Home » , » Mari Murnikan Cinta Kepada Allah Ta’ala!

Mari Murnikan Cinta Kepada Allah Ta’ala!





Di Baghdad terdapat seorang muadzin yang terkenal shalih. Suatu hari seperti biasanya, dia menaiki tangga menara untuk mengumandang adzan. Tatkala mengumandangkan adzan, dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Hingga tertujulah pandangannya pada seorang gadis yang sedang berada di halaman rumahnya. Hati sang muadzin pun tertarik, kemudian nekad menuruni tangga menara dan menuju rumah sang gadis.
Hatinya yang telah tertawan cinta, membuat tekadnya bulat untuk ‘menembak’ sang gadis.

“Aku menginginkanmu baik dengan cara halal atau haram, ataupun sesuai kemauanmu,” seru sang muadzin.

“Engkau tak akan mendapatkanku, tanpa menikahiku. Datanglah setelah Maghrib, saat ayahku pulang,” jawab sang gadis.

Tatkala matahari terbenam, sang muadzin mendatangi ayah sang gadis sembari berkata, “Aku ingin menikahi anakmu.”

“Engkau boleh menikahinya, asalkan engkau mau menjadi Nasrani,” jawab ayah sang gadis.

Demi mendapatkan gadis yang telah menawan hatinya, sang muadzin mengiyakan, “Baiklah, aku mau menjadi Nasrani.”

“Katakanlah bahwa Allah adalah oknum tiga tuhan,” sahut ayah si gadis.

Sang muadzin pun mengikuti apa yang diminta ayah si gadis, kemudian mengalungkan salib seraya berkata, “Malam ini, kau boleh tidur dengannya.”

Tak sabar menunggu malam, sang muadzin bersegera menaiki tangga menuju loteng tempat kamar si gadis berada. Namun tak disangkanya, kaki sang muadzin terpeleset hingga dia jatuh dari atas tangga. Terjungkir, kakinya di atas dan kepalanya di bawah. Hingga dia pun mati dengan menyandang kalung salib.

Demikianlah Ibnu Qayyim mengisahkan. Sebuah kisah yang tragis atas nama cinta. Barang kali kita pun tak susah untuk mendapatinya di zaman kita ini. Paling tidak mendengarnya.

Mari Murnikan Cinta Kepada Allah Ta’ala!

Ada apa dengan cinta?

Sejatinya cinta itu putih dan suci. Karena ia adalah anugerah besar dari Allah Ta’ala. Cintalah yang membuat yang pengecut menjadi pemberani, yang bakhil menjadi dermawan, hati kotor menjadi bersih, dan yang lemah menjadi kuat. Dengan cinta pulalah orang yang susah menjadi senang dan bahagia.

Cintalah yang membuat para sahabat radhiyallahu anhum rela mengorbankan harta bahkan jiwa. Cintalah yang membuat mereka mati-matian membela Rasulullah, membela islam, dan membela saudara muslim. Dan cintalah yang membuat mereka mampu menaklukkan dunia.

Namun, hari ini cinta hanya didefinisikan dalam arti yang sempit. Cinta selalu diidentikkan dengan asmara. Cinta selalu dimotifkan dengan pergumulan syahwat. Cinta selalu dihembuskan dengan semilir yang membuai. Ujung-ujungnya jatuh terjerumus dalam jurang kenistaan.

Begini seharusnya cinta

“Allah dan Rasul-Nya.” Itulah jawaban mantap dari Abu Bakar Ash-Shidiq tatkala ditanya Rasulullah saw dikarenakan seluruh hartanya dia infakkan. Keluarganya hanya diberi jaminan dari Allah dan Rasul-Nya. Wujud cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Tak hanya Abu Bakar, seluruh sahabat pun selalu mengupayakan apapun demi menunjukkan kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena demikianlah bahwa kunci utama dalam ibadah adalah cinta kepada Allah. Sebagaimana diungkapkan Ibnu Qayyim. Bahkan jika cinta telah tercurah sepenuhnya kepada Allah, maka seorang hamba tidak akan mau mencintai selain Allah. Sedang cinta kepada selain-Nya itu adalah untuk menyempurnakan cinta kepada Allah.

Maka, jika cinta kepada Allah adalah hakikat ibadah, maka hal itu hanya bisa diwujudkan hanya dengan mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ibadah pun akan dijalani seorang hamba dengan penuh ketaatan dan kesungguhan.

Demikianlah seharusnya kita mewujudkan cinta. Karena seorang beriman aman sangat cinta kepada Allah Ta’ala.
Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. (Al-Baqarah [2]: 165)

Jangan salah mencintai

Mencintai manusia; baik istri ataupun suami, anak ataupun orang tua, sahabat, kerabat, bahkan diri sendiri tak boleh melebihi kecintaan kepada Allah Ta’ala. Derajat kecintaan tersebut harus di bawah kecintaan Allah dan Rasul-Nya.

Maka kita tak boleh sembarang mencintai manusia. Jangan sampai kita mencintai seseorang yang justru menentang Allah dan Rasul-Nya dan malah membenci orang yang mentaati-Nya. Nah, oleh karenanya jangan sampai kita salah mencintai seseorang. Kecintaan kita harus bisa mengantarkan kepada takwa dan ridha Allah Ta’ala.

Allah berfirman, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Az-Zukhruf : 67)

Rasulullah menjelaskan pula bahwa, “Seseorang akan bersanding dengan orang yang dicintainya.” (HR. Al-Bukhari)

Totalitas cinta Allah

Ketika seorang hamba memurnikan cintanya kepada Allah Ta’ala, maka Allah balas mencintainya. Bahkan kadarnya melebih cinta seorang hamba tersebut. Allah berfirman dalam hadits qudsi riwayat Al-Bukhari, “…Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang dia mendengar dengannya, penglihatannya yang dia melihat dengannya, tangannya yang dia memegang dengannya, dan kakinya yang dia berjalan dengannya. Apabila dia meminta kepada-Ku maka Aku akan memberinya, dan apabila dia meminta perlindungan kepada-Ku maka Aku akan melindunginya.” 
 
Allah pun akan menggelontorkan kasih sayang-Nya kepada hamba yang mencintai-Nya. Sebagaimana yang dikabarkan oleh kekasih-Nya, “Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan memanggil Jibril seraya berfirman, ‘Aku mencintai si fulan ini, maka kasihilah dia.’ Kemudian jibril berseru di langit dan menurunkan cinta bagi penduduk bumi.” (HR. Muslim).

Bahkan Allah akan menganugerahkan perlindungan-Nya kepada orang yang mempersembahkan cintanya yang murni kepada-Nya, di saat tidak perlindungan kecuali perlindungan Allah Ta’ala.

Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat, “Di mana orang-orang yang mencintai karena keagungan-Ku? Aku pasti akan menaungi mereka dengan naungan-Ku di saat tidak ada lagi naungan melainkan naungan-Ku. (HR. Muslim)

Kesimpulannya, bahwa cinta adalah sesuatu yang agung di dalam Islam. Sehingga kita tak boleh bermain-main dalam hal mencintai. Salah mencintai maka fatal akibatnya. Tak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Sebaliknya, benar dalam mencintai malah berlimpah kebaikan telah menanti. Tentu cinta yang benar adalah cinta yang sesuai dengan syariat yang Allah tentukan. Maka, janganlah kita ragu lagi untuk memurnikan cinta kita kepada Allah Ta’ala.

Resep Masakan
Muslim Ideal Updated at: 16.59

0 komentar:

Posting Komentar